Baju Muslim di Tanah Abang Didominasi Produk China

Selasa, 12 Juli 2011, 00:33 WIB
Baju Muslim di Tanah Abang Didominasi Produk China
ilustrasi/ist
RMOL.Menjelang puasa dan Leba­ran, 60 persen pakaian Muslim  di pasar Tanah Abang, didominasi produk China dan Malaysia.

“Dominasi jilbab made in Chi­na di Tanah Abang mencapai 60 persen,” Ketua Asosiasi Peda­gang Pu­sat Grosir Metro Ta­nah Abang (AP2META) Hary­wijaya Tjhin di Jakarta, kemarin.

Menurut Harywijaya, pening­katan permin­taan pa­kaian Mus­lim tahun ini diper­kirakan me­lon­jak 30-40 persen.

Men­­teri Perindustrian MS Hi­da­yat mengatakan, kebutuhan pa­kaian Muslim an­tara lain jilbab dan tasbih telah menunjukkan per­­mintaan yang meningkat. Ia ber­harap pening­katan ini bisa di­kuasai produk lokal.

“Apapun harus kita lakukan agar produk lokal bisa menguasai pasar kembali. Pesaing kita bu­kan hanya dari China saja, tetapi juga dari Malaysia,” jelas Hida­yat di Jakarta, kemarin.

Ia berharap, penguasaan mar­ket dalam negeri bisa dilakukan se­cara fundamental. Sehingga pro­duk lokal mampu berdaya saing dengan produk impor dan kembali mendominasi pasar do­mestik. Karena itu, butuh kese­riu­san dari pemerintah dan asosiasi terkait untuk memfa­silitasi pelaku usaha dalam men­dorong daya saing.

Ketua Umum Asosiasi Pengu­saha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, faktor harga sangat mempengaruhi do­mi­nasi suatu produk. Produk yang bisa diproduksi dalam jum­lah yang besar (mass production) secara otomatis mampu menekan harga sehingga harga yang di­tawarkan jauh lebih kompetitif.

“Infrastruktur yang tidak se­lesai-selesai juga membuat harga kita menjadi lebih mahal dan tidak bisa bersaing dengan barang im­por,” ujar Sofjan.

Menurutnya, Kementerian Per­hubungan (Kemenhub) juga ha­rus bertanggung jawab atas bob­rok­nya infrastruktur. Kemenhub diminta serius membenahi infra­struktur yang menjadi akar per­masalahan berbagai aspek.

“Ke­menhub jangan cuma ngo­mong saja, Feri aja tidak selesai-selesai. Yang didepan mata dulu saja yang diperbaiki,” protesnya.

Sofjan menyatakan, produk impor tidak bisa dibendung kare­na Indonesia sudah terikat dengan perdaga­ngan bebas (Free Trade Agree­ment/FTA). Yang bisa di­la­kukan adalah membendung ba­rang impor ilegal yang  mem­banjiri pasar domestik. “Pe­me­rintah harus bertindak me­nga­wasi dan memperketat ma­suknya pro­duk ilegal yang ber­potensi me­rugikan negara,” tegasnya. [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA