Pasalnya, Gde Pradnyana menyatakan, dari 14 perusahaan itu, 11 perusahaan di antaranya masalah pajaknya sudah diselesaikan. Sementara tiga perusahaan masih diurus di pengadilan pajak. Ketiga perusahaan yang belum, lanjut Gde, bukan berarti tidak mau membayar pajak. Tapi terdapat perbedaan persepsi mengenai ketentuan perundang-undangan yang ada.
Menanggapi pernyataan Gde itu, Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy, menegaskan semakin menunjukkan betapa tidak profesionalnya pembuat kontrak dan pelaksana kontrak.
"Kalau ada kesalahpahaman, ketidaksamaan persepsi, mengapa terjadi begitu lama dan tidak selesai-selesai?" katanya pada
Rakyat Merdeka Online, Sabtu (16/7).
Noorsy menilai, argumentasi yang disampaikan oleh BP Migas sangat dangkal dan mencurigakan. Alih-alih memperjuangkan kas negara, BP Migas justru seolah-olah membela perusahaan yang belum membayar pajak. "Pernyataan tersebut membuat kita curiga adanya kongkalikong dalam merampok negara," tandas Noorsy.
[zul]
BERITA TERKAIT: