Demikian disampaikan aktivis HAM Usman Hamid dalam keterangan pers yang diterima redaksi, Senin (15/10).
"Draconian Law mengandung doktrin pre-emtiv. Maksudnya penindakan hukum dapat dilakukan kepada apapun dan siapa yang dianggap berpotensi menjadi ancaman. Padahal yang benar itu, penindakan hukum diterapkan kalau ancamannya sudah bersifat nyata,†jelas Usman.
Diuraikannya, ancaman nyata itu misalkan seseorang atau kelompoknya sudah membeli bahan-bahan pembuatan bom untuk kemudian dirakit dengan tujuan meledakkan.
"Nah itu sudah menjadi ancaman nyata yang harus ditindak. Tapi kalau membaca puisi mengkritik kinerja pemerintah, atau membawa buku yang dilarang beredar lantas sudah disebut sebagai ancaman. Apa bedanya RUU Kamnas ini dengan model represif jaman Presiden Soeharto dulu," papar Usman.
Tindakan pre-emtiv pun, dijelaskan mantan Koordinator Kontras ini, misalnya seseorang merupakan kerabat atau kebetulan mengenal seorang tersangka teroris lantas disimpulkan kalau orang itu menjadi ancaman.
"Kan berabe, kalau seseorang kebetulan kerabatnya tersangka teroris lantas ikut ditangkap. Tapi pola pre-emtiv memang seperti itu. Draconian Law ini yang diterapkan Amerika Serikat dengan UU Patriot X pasca pemboman WTC. Nah, RUU Kamnas ini Draconian Law versi Indonesia," ujarnya.
[arp]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: