Hal itu disampaikan Pemimpin Redaksi
Rakyat Merdeka Online Teguh Santosa dalam dialog di stasiun televisi
Berita Satu, Sabtu pagi (16/11). Selain Teguh, jurnalis senior dari
Tempo menjadi pembicara dalam dialog bertema "Wibawa MK di Titik Nadir" itu.
Teguh mengatakan, terhadap kasus-kasus yang telah terjadi, seperti kasus Akil Mochtar serta penyerangan dan kerusakan di gedung MK, aparat keamanan harus bertindak tegas. Di sisi lain, MK yang dikini dipimpin Hamdan Zoelva juga harus bisa memgembalikan kepercayaan dan kewibawaan MK.
Namun menurut hemat Bang Teguh, demikian dia kerap disapa, beban pekerjaan lembaga yang baru berusia 10 tahun ini semakin berat setelah sengketa pilkada juga menjadi domain pekerjaan MK.
"Pada periode pertama, 2003-2008, hanya ada sekitar 207 kasus. Kasus-kasus pilkada tidak mendominasi periode itu," ujar Teguh.
Istilah pemilu yang disebutkan dalam pasal mengenai MK yang ada di UUD 1945, masih kata Teguh, tadinya merujuk pada pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden yang digelar lima tahun sekali. Sementara pilkada baru dimasukkan ke dalam domain MK setelah ada produk hukum mengenai pemilihan kepala daerah secara langsung.
Teguh juga mengatakan, sebaiknya MK fokus pada kewenangan lain yang dia miliki, yakni menguji konsistensi UU terhadap Konstitusi. Sementara sengketa pilkada bisa diselesaikan dalam pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) karena berkaitan dengan keputusan lembaga penyelenggara pemerintahan, seperti KPUD dan Bawaslu. Namun, sambungnya, hal itu pun tentu memerlukan pembicaraan yang serius pula.
[ysa]
BERITA TERKAIT: