Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Reklamasi Teluk Benoa Beda Dengan Jakarta

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 04 April 2016, 17:15 WIB
Reklamasi Teluk Benoa Beda Dengan Jakarta
ilustrasi/net
rmol news logo Dukungan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa terus menguat. Dukungan tersebut juga berlangsung dalam ajang Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS) yang berlangsung akhir pekan lalu di Lapangan Puputan Margarana, Niti Mandala Denpasar. Gubernur Bali Made, Mangku Pastika juga hadir dalam acara tersebut.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Reklamasi disuarakan dapat memberikan dampak yang sangat bagus terhadap ekosistem dan masyarakat Bali apabila dikelola dengan baik dan benar.

Menurut ahli kelautan, Made Mangku rencana reklamasi dari segi ilmu pengetahuan tidak akan menyebabkan peningkatan air laut, karena yang akan dibangun berupa gugusan pulau dengan perputaran air yang sudah diatur sedemikian rupa dari segi ilmu pengetahuan.

"Jadi berbeda dengan reklamasi Serangan, di Serangan itu hanya menambahkan daratan, dan tidak menghitung dengan cermat tentang perputaran arus laut,” jelasnya, seperti disebutkan dalam keterangan tertulis yang dikirimkan ke redaksi, Senin (4/4).

Dia jelaskan, reklamasi sudah banyak dilakukan di negara-negara dunia. Dampaknya bagus sepanjang dikelola dengan benar dan berdasarkan ilmu pengetahuan yang benar juga.

Mengenai tenaga kerja, Made Mangku bilang, pemerintah bisa memberikan pelatihan terlebih dahulu kepada calon tenaga kerja di sana. Hal itu agar pekerja lokal Bali bisa menduduki tempat-tempat yang strategis.

"Di sinilah perlu ketegasan pemerintah dalam hal penyediaan lapangan kerja untuk masyarakat,” imbuhnya.

Senada dengan Made Mangku, salah sseorang warga yang hadir, I Nengah Wenten juga mengharapkan revitalisasi bisa berjalan. Kata dia, reklamasi dapat menyelamatkan ekosistem dan biota laut di sana.

Mengenai kenaikan air laut, Wenten bilang, hal itu terjadi karena faktor alam. Perubahan iklim yang saat ini menyebabkan gunung es mencair menjadi faktor utama, dan hal ini tidak hanya dialami Bali, namun seluruh kota pesisir di dunia.

"Alasan itu yang menyebabkan banyak negara berlomba-loma mereklamasi wilayahnya, dengan tujuan untuk menghalau arus air laut juga,” bebernya.

Sementara itu Ketut Sukada, warga dari Tanjung Benoa menyesalkan keributan yang terjadi akhir-akhir ini, baik dari kubu yang pro maupun yang kontra. Ketut Sukada mengkhawatirkan, jika masalah ini berlarut dan tidak ada titik temu, maka Teluk Benoa tidak akan mendapatkan penanganan. Padahal menurutnya, wilayah itu sekarang harus ditata.

"Kita bisa lihat, Pulau Pudut semakin hari luasnya, semakin berkurang, itu menandakan bahwa perlu penanganan, dan saya memperkirakan 250 tahun lagi sudah tidak ada lagi Pulau Pudut yang memiliki luas 10 hektar karena abrasi di Pulau Pudut," jelas Ketut Sukada.

Menurut dia, pembiaran Teluk Benoa dari sampah dan sedimentasi yang dibawa oleh sungai- sungai dan bermuara di Teluk Benoa, berakibat pada pendangkalan sehingga sangat membahayakan kelangsungan hidup mangrove dan biota laut di pesisir timurnya. Untuk itu dia mendesak pemerintah segera menerbitkan mitigasi tentang kelautan demi menyelamatkan ekosistem di sana.

Sementara itu Wayan Suarta, warga asal Kuta mengimbau agar rekan-rekannya yang melakukan demonstrasi menolak reklamasi tidak merugikan kepentingan umum. Karena aksi seperti menutup jalan publik menurutnya sangat mengganggu masyarakat dan berimbas terhadap ekonomi masyarakat luas.

"Saya bukannya tidak setuju, tapi sebaiknya kita gunakan media yang lebih bagus untuk menyalurkan aspirasi, seperti podium ini,” tandasnya. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA