Entah karena kebiasaan, pengaruh kerjaan, tekanan kantor, atau relasi vertikal dan kolegial yang problematic atau apalah. Jenis pekerjaan mereka memang tergolong bertegangan tinggi. Kepentingan nasional dan
global at a stake!
Namanya insomnia, penyakit susah tidur. Kaum urban cenderung punya kesulitan bagaimana tidur nyenyak. Sejak dunia mengenal waktu, manusia sudah terbiasa berjuang untuk mendapatkan kesempatan tidur nyenyak. Ini adalah
privileges yang tidak dimiliki oleh semua.
Orang
borju boleh punya rumah yang
gede atau mansion mewah. Tetapi tidur nyenyak tidak jadi bagian fasilitas otomatis interior rumah. Anda harus berjuang untuk meraihnya. Tuhan juga tidak memberikannya secara gratis meskipun tidur dan istirahat adalah hak Anda. Setidaknya, diperlukan usaha tertentu untuk dapat menikmati waktu tidur dengan baik.
Pada tingkatan tertentu, banyak orang bahkan membeli
pil lelap hanya untuk bisa hibernasi beberapa saat. Kita sangat membenci ketika sangat susah tidur di pesawat dalam perjalanan jauh. Pekerjaan paling membosankan setelah melahap semua
screening film dalam penerbangan adalah terjaga dari tidur dan
kantuk.
Kata Adriana Huffington, kapitalisme telah membuat kita sleepless. Miliarder media seperti Huffington adalah produk manusia yang bekerja timeless dengan durasi pekerjaan tak berujung bersama situasi
sleepless hours. Dalam dunia urban kita saat ini, pekerjaan telah menjadi 'tuhan kecil" baru yang meminta dilayani lebih banyak.
Tidak sedikit manusia yang secara sadar mengorbankan eksistensinya sendiri untuk
glory pekerjaan dan ambisi artifisial yang diciptakannya sendiri. Bahkan sebagai
boss, kita menuntut orang bekerja lebih lama buat kepentingan achievement yang kita disain. Persetan dengan konsekuensi yang muncul belakangan. Motto urban yang tak pernah lekang, jika Anda ingin maju berlombalah dengan waktu,
time is money.
Konsekuensi kompleksitas urban memang tidak boleh hanya menyoroti beban pekerjaan di kantor. Setiap problema tidur dapat saja ditemukan di jalan, di lingkungan tempat tinggal atau malah di rumah atau berasal dari kalangan keluarga sendiri. Ini sama rumitnya memahami
sleep literature yang mengajarkan bahwa hal terburuk yang dilakukan manusia adalah tidak cukup tidur. Tetapi saat bersamaan, referensi serupa juga menyatakan bahwa kita juga cenderung tidak perduli terhadap banyak hal yang membuat kita selalu terjaga hingga tengah malam.
Persoalan sulit tidur menghantui siapa saja. Tidak perduli dia fakir atau dia kaya. Ini persepsi soal mensyukuri dan menekuri apa yang ada. Jika seorang fakir berburu nafkah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, ia mungkin lelah, tertidur dan tetap kalah. Sebaliknya, seorang yang kaya raya tak akan pernah lelah menumpuk hartanya sehingga kesulitan tidur hanya untuk sekedar dapat menjaga atau menambah hartanya yang sudah
bejibun. Kalangan
jet set seperti ini memperoleh
fortune yang diburunya, tetapi mungkin kehilangan waktu tidur yang cukup.
Jadi siapapun Anda, mau miskin atau kaya, di sini berlaku protokol
competitive capitalism. Aturannya sama,
you sleep you lose! Ingat kata Karl Marx, kapitalisme adalah drakula yang menghisap darah para pekerjanya yang sekarat. Masalahnya, drakula aja beristirahat di malam hari. Sementara kapitalisme tidak pernah tidur. Untuk meniru drakula, tinggalkan
smartphone Anda di luar perimeter zona relaksasi (kamar tidur atau living room). Hentikan sementara berhubungan dengan email-email yang masuk di inbox Anda pada waktu-waktu tertentu. Selamat beristirahat!
[***]Penulis adalah alumni Geneva Centre for Security Policy (GCSP), Switzerland
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.