Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Menunggu Bombshell Lain Trump

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/muhammad-takdir-5'>MUHAMMAD TAKDIR</a>
OLEH: MUHAMMAD TAKDIR
  • Kamis, 14 Desember 2017, 02:11 WIB
Menunggu <i>Bombshell</i>  Lain Trump
SETELAH kontroversi kebijakan baru AS di Timur Tengah menuai badai, Donald Trump tetap tak bergeming. Pengakuan AS terhadap Yerusalem sebagai Ibukota Israel menggantikan Tel Aviv di mata Trump adalah bold move. Sebuah memo Department of State (DoS) tertanggal 6 Desember 2017 yang bocor ke Reuter menyebut bahwa hanya bold move itu yang diperlukan jika ingin membuat perdamaian berhasil di Timur Tengah.  

Aneh, tetapi begitulah Trump melihat Timur Tengah. Resep perdamaian di Timur Tengah harus dimulai dengan meninggalkan Palestina. Bagi Trump, semua elemen di luar Israel adalah gangguan. Palestina mesti dipaksa menerima realitas pahit bahwa AS di bawah Donald Trump tidak akan menyisakan apa-apa bagi mereka. Dengan "mengubur" Palestina, maka terkubur pula seluruh sumber konflik di Timur Tengah.

Persis serupa dengan cara Trump melihat Islam dan imigran muslim di AS. Populasi muslim di Amerika tumbuh sebagai ancaman bagi Trump. Itu yang membuat Trump tidak ragu memperlakukan kebijakan muslim ban. Melihat kehidupan di luar Trump ibarat menyaksikan Donald Trump versus the world.

Dalam skandal Russia, Hillary Rodham Clinton menjadi kambing hitamnya. Skandal itu diciptakan oleh para which hunter dari Partai Demokrat. Badai yang meluluhlantakkan Puertorico adalah salah penduduknya. Banjir dan bencana bukan karena perubahan iklim.Pokoknya, semua kesemrawutan itu berasal dari dunia di luar Trumping land. Sesuai namanya, semua dibuat out maneuvering oleh Trump.

Sebagai refleksi masalah Yerusalem maupun sikap-sikap kontroversial lainnya itu, Trump adalah egostical blowhard. Orang yang menggandrungi dirinya sendiri. Punya dunia sendiri dan menjadikan dirinya pusat seluruh universe. Sebagaimana layaknya Trump menikmati berada di tengah para miss Universe dan merasa bebas menggerayangi apa saja. "Because I am a star," ujar Trump suatu ketika.

Dr. Gregg Henriques menyebut Trump contoh fantasi narsistik dan defensif terhadap apapun yang dianggapnya mengkhawatirkan atau dunia yang penuh anxiety (Trump: A Psychosocial Analysis, the Psychosocial Dynamics of Trump’s Rise" (4/9/2015). Menurut Gregg, kecenderungan seperti itu umumnya terdapat pada diri yang disebutnya Traditional Christian White Males (TCWM) di Amerika, khususnya mereka pada tingkat status sosial ekonomi yang lebih rendah. Mereka ini yang gandrung dengan agenda white supremacy.

Tetapi Trump berasal dari keluarga kaya raya, bukan golongan TCWM. Mana bisa hipotesis psikologis seperti itu berlaku pada dirinya. Sangat bisa, dengan cara sebaliknya. Bahwa Trump menginjeksikan dirinya lebur pada segmen konstituen politik TCWM di Amerika. Karena hanya dengan cara itu Trump mampu membangun halusinasi tentang Make America Great Again (MAGA).

Hanya mereka yang bodoh percaya bahwa Trump mampu menyulap segalanya menjadi lebih baik. Mereka yang kurang berpendidikan tidak sulit menelan bulat-bulat apapun klaim Trump, termasuk terhadap seluruh keberhasilan yang mampu dicapai Barrack Obama pada pemerintahan sebelumnya. Seolah-olah apa yang diwariskan Obama selama 8 tahun administrasinya adalah doom. Hal ini menjelaskan mengapa Trump dengan reputasi pada titik nadir masih mampu mempertahankan seluruh agitasibull….-nya di kalangan TCWM yang menjadi base Trump.

Pengakuan Yerusalem sebagai Ibukota Israel bagi Trump adalah simbol penaklukkan politik kasta tinggi yang selalu tidak berani dilakukan oleh para pendahulunya. Bahkan figur se-hawkish Presiden George W Bush memilih mempertahankan status quo daripada memindahkan ibukota Tel Aviv ke Yerusalem. Di mata Trump, mereka adalah pengecut. Hanya dirinya yang berani melakukan itu.Lagi-lagi, narsisme seorang egostical blowhard menjadi pengaruh terbesar yang menentukan keluarnya keputusan pemindahan ibukota Israel.

Selama Trump di Gedung Putih, ia tak akan pernah berhenti memberikan kejutan. Entah itu supprising atau electrifying hingga yang bersifat terrifying. Kita telah menyaksikan semua itu selama Trump setahun lebih di Gedung Putih. Tak ada yang dapat menghentikan Trump kecuali dirinya sendiri. Karena orang-orang waras dan hampir gila di sekitarnya, satu persatu telah mengundurkan diri atau dipecat.

Pasca Yerusalem, masih ada bombshell yang menunggu di meja kerjanya di Oval office. Adusilly dan grazy dengan Kim Joung Un yang bisa berujung perang nuklir. Ribut dan bentrok dengan Iran. Agitasi terhadap kelompok-kelompok luar mainstream di Jazirah Arab seperti Qatar, Yaman, dll. Bahkan hal yang sama bisa terjadi dengan sekutu tradisionalnya di Eropa seperti Inggris atau Perancis.

Satu hal yang paling mengerikan adalah tekanan investigasi Robert Muller dalam skandal Rusia dapat membuat Trump gelap mata. Sehingga apapun akan dilakukan untuk membuatnya terus relevan dengan base-nya. Inilah yang paling menakutkan dari duniaTrumping land.

Cara pandang Trump ketika memilih Yerusalem sebagai ibukota baru Israel adalah tipikal silly Trump. Tidak seperti pendahulunya, Trump melihat (dengan kebodohannya) bahwa perdamaian itu jika Israel berdiri tegak di Yerusalem dan membuat Palestina menjadi pecundang.[***]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA