Teori ini sering merujuk pendapat Prof Hoesein Djajadiningrat dan Umar Amir HusÂen. Bahkan, kedua tokoh ini dianggap sebaÂgai pencetus teori ketiga. Kalangan ahli seÂjarah sering menyebut kepulauan Nusantara sebagai bagian dari wilayah operasi dakwah dan wilayah dagang kerajaan Persia di masa lalu. Mereka menemukan beberapa bukti antara lain dalam bentuk tradisi keagamaan sejumlah daerah seperti tradisi Tabut di BengÂkulu dan tradisi maulid Cikoang di Takalar, Sulawesi Selatan. Tradisi dan lambang-lamÂbang yang ditampilkan dalam upacara Tabut (atau Tabot, yang dapat dihubungkan denÂgan kata taubah atau pengampunan dosa dari Allah Swt). Hal yang sama juga sering ditampilkan dalam tradisi Maulud Lompoa di Cikoang, sangat diperkaya dengan tradisi yang mirip seperti apa yang dilakukan di seÂjumlah wilayah di Iran.
Tradisi-tradisi sejumlah wilayah umat IsÂlam di Indonesia masih dekat dengan tradiÂsi Syi'ah meskipun mereka menolak kalau tradisi itu bersumber dari Syi'ah. Sejumlah daerah di Indonesia juga masih terus meÂmeringati Hari Asyura yang sesungguhnya adalah bagian tak terpisahkan dengan tradiÂsi Syi'ah atau tradisi Islam Persia. Integrasi tradisi Syi'ah di dalam tradisi keagamaan di Indonesia dahulu tidak pernah dipersoalkan, karena tradisi itu diterima sebagai fenomena budaya ketimbang sebagai fenomena agama (Islam). Persoalan mulai muncul ketika tadinÂya sebuah fenomena budaya tersebut dikemÂbangkan menjadi fenomena agama. Tentu saja mulai muncul sikap resisten, misalnya lahirnya isu bid'ah, syinkretik, dan bisa jadi si'atisasi umat Sunni.
Allahu a'lam. Kenyataan lain yang dijadikan bukti ialah banyaknya kosa kata Persia yang menjadi kosa kata Bahasa Melayu atau Bahasa IndoÂnesia. Kosa kata di sekitar aktivitas pelabuÂhan seperti kata Syahbandar, sampai sekaÂrang ini masih tetap menjadi bahasa aktual di pelabuhan Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Kantor Kedutaan Besar Iran di Jakarta perÂnah menerbitkan sebuah buku lumayan tebal tentang bahasa-bahasa Persia yang masuk di dalam perbendaharaan Bahasa IndoneÂsia, baik sebagai bahasa resmi maupun seÂbagai bahasa atau istilah prokem.
Kehadiran pengaruh Persia dalam masyarakat Indonesia memang tak terbantahkan. Persoalannya, apakah itu muncul sejak awal Islam yakni abad ke-7 Masehi atau datang belakangan, hal ini masih terus dalam perdeÂbatan. Yang pasti, sejarah panjang PerÂsia penuh dengan beberapa kebanggaan. Sejumlah besar ulama dan ilmuan di abad pertengahan berasal dari wilayah kekuasaan Persia. Ada yang mengatakan, seandainya sejak dahulu kala ada Hadiah Nobel (
Noble Price) maka yang mendominasi Hadiah NoÂbel itu berasal dari kawasan Persia.
Kelemahan teori ini sama dengan teori lain, masih diperlukan bukti-bukti historis yang cukup untuk mengatakan teori ini paling benar. Kita berharap kiranya para peneliti sejarah terus lebih giat mencari bukti-bukti otentik masuknya Islam di Indonesia.