Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pemerintah Harus Proaktif Cegah Perdagangan Orang

Ratusan Pekerja Migran NTT Meninggal Di Luar Negeri

Rabu, 28 Maret 2018, 09:26 WIB
Pemerintah Harus Proaktif Cegah Perdagangan Orang
Foto/Net
rmol news logo Ratifikasi Konvensi PBB 1990 tentang Perlindungan Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya melalui UU no. 6 tahun 2012 hingga pengesahan UU no. 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran, rupanya be­lum mampu melindungi pekerja migran Indonesia.

Kalangan aktivis mencatat, kasus kematian pekerja mi­gran asal Nusa Tenggara Timur (NTT) masih tetap tinggi dan bahkan belum lama ini dalam waktu satu minggu terdapat tiga jenazah yang dipulangkan dari Malaysia ke NTT dan terindikasi korban perdagangan orang.

Aktivis dari Koalisi Peduli Perdagangan Orang NTT, Gregorius R Daeng, menuturkan berdasarkan data dari Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Kupang dan Solidaritas Kemanusiaan untuk Korban Perdagangan Orang, selama 8 tahun terakhir jumlah pekerja migran asal NTT yang meninggal di luar negeri men­capai 243 kasus.

Jika dibandingkan data na­sional pekerja migran meninggal pada 2017 yang dihimpun dari BNP2TKI, 29 persen dari 217 pekerja migran yang mening­gal berasal dari NTT. Data dari Jaringan Buruh Migran (JBM) menunjukkan selama 2017 kasus perdagangan orang menjadi kasus kedua yang dialami oleh pekerja migran Indonesia dengan jumlah korban mencapai 1.083 orang.

"Salah satu korban yang ter­indikasi korban perdagangan orang dan telah meninggal dunia adalah Milka, 60 tahun asal dari Kabupaten Kupang, NTT," katanya di Jakarta. Pada 9 Maret 2018, Milka meninggal dunia secara mendadak setelah sempat 9 menit berbicara via telepon dengan keluarganya.

Jenazah Milka telah dipulang­kan ke Kabupaten Kupang dan pada jenazah terdapat luka jahi­tan bekas autopsi dari kemaluan hingga leher. "Hampir tiap min­ggu peti mati pekerja migran da­tang ke NTT, tapi sampai saat ini saat belum ada pernyataan resmi dari kepala daerah, baik itu gu­bernur, bupati maupun walikota yang mengatakan bahwa NTT mengalami darurat perdagangan orang," sebut Gregorius.

Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Hariyanto, menyebutkan sejak 2016 sampai 2017, pihaknya mendapat aduan kasus pekerja migran sebanyak 1501 kasus. Dari kasus tersebut, 75 persen di antaranya diduga merupakan ka­sus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan mayoritas korbannya adalah pekerja mi­gran yang bekerja di sektor rumah tangga.

"Karenanya, penting bagi pemerintah daerah NTT untuk melakukan upaya pencegahan atas maraknya terjadi korban TPPO dari NTT," katanya.

Pencegahan yang dimaksudkan bukan menghentikan orang untuk bekerja ke luar negeri, namun pencegahan ini lebih kepada membuat pendataan yang terinte­grasi. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA