Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dubes Afghanistan: Yang Kami Cari Adalah Perdamaian

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/teguh-santosa-5'>TEGUH SANTOSA</a>
OLEH: TEGUH SANTOSA
  • Jumat, 17 Agustus 2018, 20:09 WIB
Dubes Afghanistan: Yang Kami Cari Adalah Perdamaian
Duta Besar Afghanistan Roya Rahmani/RMOL
REPUBLIK Islam Afghanistan kembali dilanda teror bom. Di bulan Agustus 2018, hingga pertengahan bulan, sudah tiga kali terjadi aksi bom bunuh diri.

Pada tanggal 1 Agustus lalu sebanyak 15 orang tewas dalam serangan bom bunuh diri di kantor pemerintah di Jalalabad. Tiga hari kemudian sebanyak 39 orang tewas dalam serangan di timur Afghanistan.

Serangan yang paling akhir terjadi di Kabul tanggal 15 Agustus menewaskan 48 siswa sebuah lembaga pendidikan.

Bulan lalu, dua bom meledak di lokasi yang dihadiri Presiden dan Wakil Presiden Afghanistan. Sebanyak 19 orang yang ingin bertemu Presiden Ashraf Ghani Ahmadzai tewas dalam serangan di Provinsi Nangarhar.

Tiga pekan kemudian, sebuah bom meledak menyambut Wakil Presiden Abdul Rashid Dostum yang baru tiba di Kabul setelah setahun lamanya mengasingkan diri ke Turki. Tak kurang dari 11 orang tewas dalam kejadian itu.

Mengapa aksi terorisme tak kunjungan berakhir di Afghanistan? Beberapa waktu lalu, wartawan Rakyat Merdeka, Teguh Santosa, mewawancarai Dutabesar Republik Islam Afghanistan Roya Rahmani. Berikut petikannya:

Bagaimana situasi keamanan Afghanistan kini setelah konflik yang begitu panjang, dimulai dari invasi Uni Soviet, perang saudara, era pemerintahan Taliban, sampai perang melawan terorisme?

Saya selalu senang bertemu dengan orang yang memiliki perhatian pada negara kami. Terlebih Anda pernah berusaha mengunjungi negara kami di tahun 2001. Sayangnya saat itu Anda tidak bisa masuk. Saya berharap Anda masih mempertimbangkan untuk mengunjungi Afghanistan.

Kalau dulu Anda mengunjungi Afghanistan dan mengunjunginya lagi saat ini, pertanyaan Anda akan sangat berbeda. Karena Anda bisa melihat perubahan yang sangat besar antara situasi di tahun 2001 dan 2018. Anda bisa melihat bagaimana kami membangun negara kami di tengah kenyataan kami masih menghadapi perang kawasan (regional war) di negara kami.

Saya harus mengatakan bahwa di Afghanistan, kecuali untuk periode 1992 sampai 1996 saat kami menghadapi konflik internal, kami tidak memiliki perang saudara.

Sebetulnya itu adalah perang kawasan, itu adalah upaya komunitas internasional melawan terorisme yang sayangnya terjadi di Afghanistan. Itu bukan perang kami. Itu perang internasional yang terjadi di Afghanistan.

Termasuk untuk invasi Uni Soviet. Istilah yang digunakan untuk mengkategorikan masa itu adalah Perang Dingin (Cold War). Itu bukan perang Afghanistan, itu adalah bagian dari Perang Dingin yang terjadi di Afghanistan. Ketika Perang Dingin terjadi, dimana medan perangnya? Sayangnya di Afghanistan.

Ini adalah dilema yang sangat kompleks karena kami memiliki lokasi yang sangat bagus, dan juga lokasi yang sangat buruk di saat bersamaan.

Lokasi yang sangat baik karena kami disebut sebagai tiang di kawasan. Karena berada di ketinggian, memiliki perbukitan dan lembah. Banyak kekuatan (powers) yang berpikir: kalau Anda berada di Afghanistan, mata Anda bisa melihat seluruh kawasan.

Tetapi sayangnya, dalam beberapa dekade yang lalu situasi ini digunakan untuk melawan kepentingan kami, kepentingan rakyat kami. Kami adalah korban terbesar dari aktivitas terorisme yang sungguh biadab ini.

Perang melawan terorisme dan kekerasan ektremisme bukan perang sebuah negara. Sayangnya kami menjadi garis depan.


Apa yang sesungguhnya sedang dihadapi Afghanistan?

Saat ini kami menghadapi lebih dari 20 kelompok terorisme transnasional. Bisa Anda bayangkan, tentara kami yang membayar itu semua dengan darah dan daging (blood and flesh) mereka.  

Tidak semuanya glam and gloom, kami sangat gembira dan optimis atas semua perubahan dan perbaikan setelah rezim Taliban jatuh. Kemajuan sumber daya manusia sangat impresif, begitu juga dengan berbagai program dan proyek yang datang.

Bila Anda tertarik di dunia olahraga, Anda mungkin mendengar bahwa tim kriket Afghanistan kini sangat terkenal di dunia. Pemain kriket terbaik, baller, dari Afghanistan, usianya baru 19 tahun.

Tim robotik wanita Afghanistan juga memenangkan berbagai kejuaraan di dunia. Mereka masih duduk di bangku SMA. Tidak semuanya berasal dari Kabul. Tim robotik wanita Afghanistan dari sebuah sekolah di Herat.

Saat ini kami memiliki wanita terbanyak dalam jajaran pemerintahan. Di lembaga legislatif kami lebih dari 25 persen adalah wanita. Banyak hal yang terjadi, ini semua dalam gerakan steady curve.

Bertahun-tahun perang dan konflik di era sebelumnya telah menjauhkan kami dari hal-hal yang penting, dan perlu waktu untuk mengembalikan semua itu.


Tadi Anda mengatakan, bahwa saat ini Afghanistan sedang menghadapi lebih dari 20 kelompok teroris transnasional. Dari itu semua, mana yang merupakan ancaman terbesar?

Saya tidak bisa mengatakan mana yang menjadi ancaman terbesar. Anda mungkin tahu ada beberapa organisasi terorisme besar di dunia seperti Al Qaeda dan ISIS.


Taliban kini diakui sebagai partai politik resmi di Afghanistan. Bagaimana hal itu bisa terjadi?

Presiden Afghanistan pada 28 Februari 2018 menyampaikan tujuh proposal yang sangat penting kepada Taliban. Itu disampaikan dalam pertemuan yang juga dihadiri Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla. Salah satu alasan beliau ke Afghanistan adalah untuk menghadiri pertemuan itu.

Salah satu poin dalam proposal itu adalah, kami mengundang mereka dan kami gembira mengakui mereka sebagai salah satu partai politik. Taliban adalah bagian dari Afghanistan. Tetapi mereka harus menghentikan kekerasan, menghentikan pembunuhan terhadap rakyat dan aparat keamanan, menghentikan kekerasan dan mengikuti proses demokrasi.

Poin penting lain adalah Taliban harus ikut membangun perdamaian di Afghanistan.


Bagaimana rakyat Afghanistan bisa menerima ini? Bagaimana Anda bisa percaya bahwa ini tidak akan membawa Afghanistan kembali ke masa lalu apabila Taliban bisa mendapatkan posisi di Parlemen lalu memiliki kekuasaan di lembaga eksekutif melalui mekanisme demokrasi…

Terima kasih untuk pertanyaan ini. Keperluan utama dan terbesar rakyat dan apa yang kami butuhkan sebanyak udara dan makanan, adalah perdamaian. Kami ingin perdamaian sebanyak kami membutuhkan udara dan makanan. Rakyat kami lelah menghadapi perang terus menerus.

Presiden saya baru-baru ini menyampaikan pernyataan yang sangat komprehensif, dan saya akan mengulanginya:

Rakyat kita telah tiba pada sebuah konsensus tentang perdamaian. Tetapi rakyat kita belum tiba pada konsensus mengenai harga perdamaian itu.

Berapa harga yang akan kami bayar untuk mendapatkan perdamaian? Tadi Anda mengatakan, bila Taliban mendapat pengakuan dalam sistem politik dan pemerintahan Afghanistan, lantas bagaimana bila mereka kembali kepada perbuatan mereka di masa lalu.

Pertama bila partai Taliban ingin bergabung, sudah tentu harus melalui sejumlah negosiasi. Harus ada kesepakatan di antara kedua belah pihak. Tanpa itu tidak akan ada deal dan tidak mungkin menciptakan perdamaian. Dan bagian dari kesepakatan itu, sudah barang tentu adalah penghentian semua kekerasan.

Konsitusi kami adalah suara rakyat kami. Itu yang mengikat masyarakat kami. Sangat penting untuk memastikan semua elemen menghormati itu. Masyarakat kami terbuka untuk mempraktikkan perdamaian dan mencari jalan untuk hidup di dalam harmoni.

Tentu saja, siapapun yang tahu Afghanistan, membaca paragraf-paragraf tentang Afghanistan, saya yakin mereka pasti mengetahui satu kata ini: resilience (kemampuan bertahan). Rakyat kami memiliki kemampuan bertahan yang tinggi.

Dengan mengatakan hal ini, saya ingin menekankan bahwa rakyat kami memiliki komitmen terhadap demokrasi sebagai sistem yang mereka pilih. Menjadi atau ingin memiliki negara yang damai dan demokratis berarti juga memberikan kesempatan kepada semua bangsa Afghan untuk bersuara.

Sekarang, bagaimana itu harus dilakukan? Tentu harus diikuti implementasi prinsip rule of law, memperkuat aparat keamanan, dan fabrikasi masyarakat demokratis beserta semua sistem pemerintahan yang diperlukan untuk mendukungnya.

Harapan saya, setelah perdamaian dicapai dan kedua belah pihak memahami arti penting itu semua, kami akan menemukan jalan untuk melanjutkan kehidupan yang damai dan harmonis.


Bagaimana pandangan Anda mengenai perang melawan terorisme global? Apakah masih perlu dilanjutkan?

Perang melawan terorisme global, apakah akan dilanjutkan atau tidak, lagi-lagi tergantung pada keinginan dan aksi negara-negara yang berkepentingan (powers).

Karena, bagaimana sebuah drama berakhir, tergantung pada penampilan setiap pemain drama. Kami bekerja dan berharap kita semakin mendekati konsensus atas perdamaian dan stabilitas Afghanistan.

Kami berharap sekutu dan partner kami, di kawasan dan arena global, memegang teguh janji mereka untuk mendukung kami dan upaya menciptakan Afghanistan yang damai dan stabil.

Perang melawan terorisme adalah perang yang multidimensional. Ada elemen nartkotika dan obat-obatan terlarang di dalamnya yang juga harus dihadapi. Juga ada elemen ekstremisme agama, pun kelompok kriminal yang terlibat dalam kegiatan penyelundupan, baik senjata maupun manusia.

Apakah perang melawan terorisme secara global akan berakhir, saya tidak begitu yakin. Karena ada begitu banyak faktor yang memperlihatkan hal sebaliknya.

Namun begitu, ada kekuatan utama yang menjanjikan yang memberikan harapan pada kita, yakni banyak orang di dunia yang tidak menginginkan terorisme. Dengan itu, kami berharap perang melawan terorisme di Afghanistan secara perlahan dan inkremental akan berakhir dan memberikan kami potensi untuk memberikan apa yang bisa kami berikan. [***] 


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA