Saya merasa ada kemiripan antara keberpihakan kepada rakyat tertindas dan tergusur yang dilakukan oleh Sandyawan Sumardi dengan pengejawantahan makna teologi pembebasan yang dipelopori oleh Gustavo Guttierez
Teologi Pembebasan
Gustavo Gutierrez yang kini berusia 90 tahun dan menjabat sebagai Profesor John Cardinal O'Hara dalam bidang Teologi di Universitas Notre Dame, dikenal sebagai tokoh penggagas teologi pembebasan.
Buku mahakarya Gutiérrez berjudul “ A Theology of Liberation: History, Politics, Salvation “ (Suatu Teologi Pembebasan : Sejarah, Politik, Keselamatan), menjelaskan pemahamannya tentang kemiskinan sebagai suatu tindakan solidaritas penuh cinta kasih dengan kaum miskin maupun sebagai protes pembebasan melawan kemiskinan.
Pengalaman hidup bersama rakyat yang tertindas dan tergusur mendorong Guttierez untuk melakukan kontekstualisasi dalam berteologi. Menurut Gutierrez pendekatan teologi Eropa dan Amerika Serikar yang dia pelajari tidak dapat diaplikasikan dalam situasi masyarakat di Amerika Latin.
Menurut dia, butuh pendekatan khas untuk berteologi dalam situasi yang sangat memprihatinkan di Amerika Latin waktu itu. Bagi Gutierrez, “pembebasan†bukan saja sebuah proses, melainkan juga sebuah kerangka berbagai tataran arti yang saling bertautan antara Pembebasan ekonomi, sosial, dan politik dengan Pembebasan manusiawi, yang menciptakan manusia baru dalam masyarakat solidaritas yang baru serta Pembebasan dari dosa dan masuk dalam persekutuan dengan Tuhan dan sesama manusia.
Kerakyatan Dan KemanusiaanTeologi pembebasan tidak selalu mendapat dukungan. Kardinal Ratzinger sempat mengecam teologi pembebasan sebagai gagasan yang menyesatkan. Di Amerika Latin sempat terjadi perpecahan antara kelompok yang menyatakan bahwa “Gereja harus netral terhadap pilihan politik†versus para teolog pembebasan. Perlawanan yang muncul terhadap teologi pembebasan menengarai betapa kaum agamawan waktu itu berada dalam ketakutan terhadap suatu kekuatan politik yang menindas.
Gutierrez menganggap bahwa kaum pemuka Nasrani di Amerika Latin banyak berhubungan dan bersahabat dengan mereka yang mengendalikan ekonomi dan politik maka dapat dikatakan bahwa banyak ulama berada di pihak golongan penindas.
Namun sekarang kondisi peradaban sudah berubah, yakni setelah muncul kelompok pembaharuan khususnya para penganut mazhab kerakyatan dan kemanusiaan yang terkandung di dalam teologi pembebasan.
Bahkan kini semangat keberpihakan terhadap kaum tertindas sedang gigih digelorakan oleh Sri Paus Fransiskus yang memiliki nurani sangat merakyat dan berperikemanusiaan.
[***]Penulis adalah pendiri Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.